Sampai Kerikil Saja Dicuci

Celoteh Santri

Apa yang menjadi pemikiran atau gambaran sekilas mengenai pondok pesantren menurut Anda? Apa yang terbayangkan baik dari segi kegiatan, maupun kebiasaannya?

Berbicara mengenai pondok pesantren (ponpes), sebagian orang sudah akan terbayang dengan keadaan tertentu. Keadaan yang pasti langsung tergambarkan dari kegiatannya, mengaji, tadarus Al-Qur’an, Sholat wajib tepat waktu, sholat sunnah tidak ketinggalan, hafalan Al-Qur’an dan/ atau Hadits. Iya, kan? Itu yang secara umum dilihat. Mungkin ada yang memandang dari sisisantrinya. Santri umuran SD, SLTP sampai SLTA, dan Mahasiswa . Atau ada yang memandanga dari sisi lingkungannya, Asrama pondok, satu kamar diisi berapa orang, ranjang bertingkat, sampai dengan yang lebih ekstrim adalah lingkungan yang (maaf) kotor dan pepatah “kalo belum gudigan belum jadi santri”. Seperti itu kira-kira, dan yang menjadi pandangan saya adalah yang kedua terakhir.

Pandangan orang-orang mengenai ponpes seperti yang sudah disebutkan memang tidak bisa disalahkan. Tidak membuat suatu menjadi dramatis, kedua pandangan terakhir mungkin menjadi sorotan dan sudah umum serta diakui oleh para santri sendiri. Tidak separah yang dibayangkan memang, karena santri juga pastinya berpegang pada salah satu Hadits yang artinya “Kebersihan Sebagian dari Iman“. Memang, saya yakin tidak semua ponpes terkesan kotor dan santrinya mesti kena gatal-gatal (istilahnya: gudig) dulu, namun kita juga mengakui, namanya pernyataan yang kurang baik biasanya lebih cepat diresap dibandingkan pernyataan yang baik. Fokus dan pandangan orang berbeda-beda. Iya tidak? Contohnya saja kertas putih diberi titik hitam, kan sebagian besar pandangannya adalah ke titik hitamnya.
Saya sebelumnya pernah mengaji juga di ponpes dekat dengan tempat tinggal saya, dan hanya sekedar ngaji tiap malam (istilahnya nyantri kalong, karena tidak tinggal di pondok) saat masih SLTA. Sejak kuliah awalnya saya tidak mau mondok, walaupun orang tua yang meminta. Itu karena selain dua pandangan yang sudah saya sebut di atas, saya juga memandang di pondok itu tidak bebas dan diatur-atur. “Bagaimana nanti kalo lagi kuliah terus repot juga dengan kewajiban pondok?” “Nanti kalo kena gudig juga gimana?”.
Memang hanya awalnya saja, namun sejak saya menemukan Ponpes Miftahussalam dengan lingkungan bersih, asri dan saya yakin kondusif akhirnya saya memutuskan untuk tinggal di asrama pondok.
Menjadi daya tarik saya tinggal di Ponpes Miftahussalam Jogja adalah lingkungan yang asri dan lebih dari mewah (mepet sawah) karena tak tanggung-tanggung, letaknya di tengah sawah jauh dari pemukiman. Selain itu, kamar mandi yang bersih tidak digunakan bersama seluruh santri menjadi nilai plus pondok ini. Satu kamar mandi digunakan beberapa santri saja dengan ember yang bisa dibersihkan dengan mudah, tidak seperti kebanyakan ponpes yang menggunakan kolam besar untuk menampung air dan digunakan bersama oleh banyak santri. Daya tarik lain adalah informasi dari santri senior mengenai Ponpes Miftahussalam menjadi Juara 1 lomba kebersihan se-Kab. Sleman dua kali berturut-turut pada 2012 dan 2013 serta juara 1 kebersihan ponpes se-DIY tahun 2014-nya. Kegiatan kebersihan yang rutin dilakukan oleh semua santri menjadi ketertarikan saya untuk mondok di Ponpes Miftahussalam, karena dari kegiatan yang ada sudah jelas kalau ponpes ini bisa dipertahankan kebersihannya. Selain itu, kegiatan pondok yang tidak terlalu padat dan lingkungan yang tidak terlalu ketat menjadi perhitungan saya memutuskan untuk mondok di sini.
Cerita menarik dari santri senior Ponpes Miftahussalam, salah satunya adalah pada saat gunung Kelud meletus, Yogyakarta dan sekitarnya menjadi salah satu wilayah yang terkena imbasnya, tak tanggung-tanggung hampir satu provinsi DIY tertutup abu vulkanik gunung Kelud (abu kelud). Tidak terkecuali Ponpes Miftahussalam, seluruh lingkungan yang tertutup abu kelud membuat santrinya harus bekerja ekstra keras untuk dapat membersihkan lingkungan Ponpes. Salah satu yang unik dari pembersihan lingkungan pondok dari abu kelud adalah santri membersihkan batu kerikil. Tidak hanya menyingkirkan abu kelud dari tempat batu-batu kerikil, namun mencuci batu-batu kerikil. Saya membayangkan bagaimana repotnya mereka kerja siang malam untuk membersihkan batu kerikil yang ada di lingkungan Ponpes.
Batu kerikilnya aja sampe kita cuci …” kata mas Andre, Lurah Pondok saat saya baru mencari informasi tentang Ponpes Miftahussalam.
Semua kembali kepada santri Ponpes dalam menerapkan kebersihan lingkungan pondok. Lingkungan akan bersih apabila penghuninya juga menjaga kebersihan lingkungan itu sendiri. Rutinitas untuk membersihkan lingkungan menjadi kunci kebersihan suatu lingkungan, dan kesadaran individulah yang menjadi salah satu faktor untuk bisa membangun rutinitas yang baik disamping adanya aturan.
Kurang lebih seperti itu pandangan saya mengenai Ponpes Miftahussalam, Keranggeneng, Sleman – Yogyakarta (Pondok Miftahussalam Jogja) dalam hal kebersihan. Itu saja yang dapat saya tuliskan saat ini, tunggu tulisa-tulisan yang lain. Apabila ada kata-kata yang kurang berkenan, saya mohon maaf dan terima kasih atas masukkan (bila ada) yang pembaca berikan baik untuk saya maupun Ponpes.

Wassalaamu’alaikum warokhmatullaahi wabarokaatuh.

2 Ramadhan 1437 H
7 Juni 2016

Ditulis oleh Iksanmas-AB

Tags :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ikuti kami